Tuesday 28 July 2009

(artikel) Unsur Sistem Politik dan Kerangka Kerjanya di Indonesia

Unsur-unsur Sistem Politik

1.       Lembaga legislatif
Legislatif merupakan salah satu pemeran dalam teori trias política. Legislatif adalah lembaga yang memiliki wewenang dalam membuat atau menetapkan undang undang. Pada sistem politik presidensial dalam sebuah negara, idealnya legislatif adalah bagian pemerintahan tapi bebas dari gangguan eksekutif. Beberapa wewenang legislatif selain menetapkan undang-undang misalnya menetapkan APBN, mengatur pajak, bahkan menetapkan status perang dalam kondisi genting.
Lembaga legislatif biasa dibahasakan sebagai lembaga perwakilan rakyat karena unit-unit legislaif akan bersentuhan langsung dengan rakyat. Jadi, aspirasi rakyat yang masuk ke legislatif kemudian diagregasi dan dirapatkan sampai pada menjadi undang undang ataupun ketetapan jika lolos verifikasi. Di Indonesia, legislatif adalah DPR. Presiden hanya memiliki garis kordinasi dengan legislatif sehingga tidak memiliki wewenang untuk mengintervensi legislatif. Tetapi DPR memiliki kekuasaan dalam penentuan jabatan presiden. Umumnya lembaga legislatif memiliki kerangka kewenangan sebagai berikut:
1.    Sebagai pemegang kekuasaan atas rakyat. Jadi, setelah terjadinya amandemen, kedudukannya sebagai lembaga tertinggi diubah menjadi lembaga tinggi negara. Namun, lembaga legislatif ini tetap membawahi kedudukan presiden karena legislatif menjadi wadah kedaulatan rakyat.
2.     Membuat ketetapan atau keputusan diluar yang telah diatur UUD. Misalnya berhak atas memberhentikan presiden apabila dianggap tidak dapat menjalankan fungsinya sesuai dengan keinginan rakyat.
3.   Membuat UU, seperti dalam penetapan UU dan GBHN serta dapat pula mengubahnya jika dianggap perlu.
  
2.      Lembaga Eksekutif
Sebagai badan atau lembaga formil yang bertugas untuk menjalankan undang- undang dan ketetapan legislatif, eksekutif dapat diartikan sebagai badan pelaksana legislatif. Lembaga eksekutif ini dipimpin oleh seorang kepala negara (presiden, raja, ratu, kaisar) atau kepala pemerintahan (perdana menteri). Peran lembaga eksekutif adalah:
1.      Melaksanakan UU
2.      Menjalankan hubungan diplomatik dengan negara lain
3.      Mengangkat pejabat-pejabat negara atau menteri-menteri (kabinet)
4.      Menetapkan peraturan atau ketetapan sebagai pengganti UU tetapi dengan persetujuan MPR/DPR
5.      Mempertahankan negara dari ancaman internal maupun eksternal
6.      Membuat instrumen perundangan dan undang-undang kecil
7.      Menyusun pembangunan infrastruktur
8.      Memiliki hak memberi grasi maupun amnesti
  
3.      Badan Yudikatif
Yudikatif merupakan lembaga yang akan mengawasi jalannya pelaksanaan undang-undang. Badan ini juga sebagai lembaga peradilan yang berhak menjatuhkan sanksi terhadap penyimpangan dalam pelaksanaan undang-undang. Lembaga yudikatif dipimpin oleh hakim atau penegak hukum. Mereka biasanya menjalankan tugas di mahkamah kehakiman dan bekerjasama dengan aparatur hukum seperti polisi, jaksa atau tentara sebagai instrumen peradilan.
Anggota yudikatif sendiri tidak dipilih langsung seperti pada legislatif atau eksekutif, melainkan dari rekomendasi badan legislatif. Ini dimaksukan agar kerja kerja dari badan legislatif ini bisa terjaga ketidakberpihakannya serta menitikberatkan pada kebenaran dan kepeningan rakyat. Salah satu contoh fungsi badan yudikatif dalam mengawasi pelaksanaan undang-undang misalnya, jika terjadi penggelapan uang oleh presiden maupun anggota MPR/DPR, maka yang memiliki kewenangan dalam menyelidiki dan mengadili bahkan menetapkan hukuman atas kasus tersebut adalah lembaga yudikatif.
  
4.     Partai politik
Partai Politik merupakan salah satu instrumen perpolitikan suatu negara termasuk Indonesia. Partai politik ini terbentuk sebagai suatu kelmbagaan yang terorganisir dengan beberapa orang yang meiliki tujuan yang sama. Tujuan kelompok ini ialah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik serta mempertahankannya. Biasanya dengan cara konstitusionil untuk melaksanakan kebijaksanaan mereka.
Dalam kegiatannya, partai politik merekrut kader- kader yang memiliki tujuan dan visi yang sama dengan partai politik tersebut atau menyamakan visi dan tujuan kader dan partai. Hal ini kemudian akan menjadi motor penggerak dalam mencapai tujuan partai politik tersebut. Dalam negara demokratis, partai politik memiliki beberapa peran, yaitu:
  1. sebagai sarana komunikasi politik
  2. sebagai sarana sosialisasi politik
  3. sebagai sarana rekruitmen politik
  4. sebagai sarana pendidikan politik
  5. sebagai sarana pengatur konflik

5.      Gerakan (movement) atau Kelompok Penekan (Pressure Group)
Gearakan atau kelompok penekan merupakan suatu gerakan dari masyarakat non-birokrasi. Secara kelembagaan unsur yang satu ini bersifat lebih longgar dan lebih lepas sifatnya dibandingkan partai politik. Kelompok penekan merupakan salah satu unsur yang sering menentukan dalam proses sistem politik. Mereka biasanya mengikuti perkembangan aturan secara cepat sehingga jika terjadi kelonggaran dalam pelaksanaannya ada kelompok penekan yang akan memberikan tekanan terhadap pihak birokrat, agar semuanya dapat diusahakann terjadi secara ideal.

6.     Kelompok Kepentingan (Interest Group) 
Partai politik juga berbeda dengan kelompok penekan (pressure group) atau istilah yang lebih umum digunakan kelompok kepentingan (interest group). Kelompok ini bertujuan memperjuangkan suatu kepentingan dan mempengaruhi lembaga-lembaga politik agar mendapatkan keputusan yang menguntungkan serta menghindar dari keputusan yang merugikan. Kelompok kepentingan tidak berusaha untuk menempatkan wakil-wakilnya dalam tubuh legislatif, melainkan cukup mempengaruhi satu atau beberapa partai didalamnya atau instansi pemerintah yang berwenang. Kelompok kepentingan mempunyai orientasi yang jauh lebih sempit daripada partai politik, karena mereka lebih mewakili berbagai golongan sehingga lebih banyak memperjuangkan kepentingan umum.

7.      Media Massa
Masyarakat modern tidak dapat hidup tanpa komunikasi yang luas, cepat dan secara umum seragam. Informasi tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi di mana saja di berbagai belahan dunia bisa segera menjadi pengetahuan umum dalam beberapa jam saja. Sebagian besar masyarakat dunia telah menjadi suatu kelompok penonton tunggal atas sajian media massa. Hal ini terjadi karena media massa memegang peran penting dalam menularkan sikap-sikap dan nilai-nilai atas suatu fenomena kepada penduduk internasional.

Media massa merupakan pembentuk realitas kedua. Di samping memberikan informasi tentang peristiwa-peristiwa politik, media massa juga menyampaikan nilai-nilai yang dianut oleh suatu masyarakat. Beberapa simbol tertentu disampaikan dalam suatu konteks emosional atas penggambaran suatu hal. Peristiwa-peristiwa yang digambarkan di sekitar simbol itu mengambil dibuat sedemikian rupa agar memiliki kesan emosional terhadap penikmatnya. Karena itu, sistem media massa yang terkendali merupakan sarana kuat dalam membentuk keyakinan-keyakinan politik.


8.      Individu
Individu adalah unsur terpenting atas penentuan arah pemegang kekuasaan. Para personil yang akan mengisi lembaga lembaga eksekutif dan legislatif akan dipilih langsung oleh masyarakat secara langsung, jujur dan adil. Karena semua kebijakan berasal dari seorang individu. Sehingga perspektif idividu tersebut sangat menentukan keputusan akhir berbagai hal. Eksekutif, yudikatif, dan legislatif merupakan kumpulan individu. Jadi, perspektif merekalah atas suatu fenomena yang menentukan arah kebijakan-kebijakan yang sedang atau akan dibuat.

Kerangka Kerja Sistem Politik Indonesia
      Pendekatan struktural fungsional yang digagas oleh Gabriel Almond sebagai kelanjutan kemunculan menjadi harapan untuk mencegah keterjebakan analisa sistem politik dari kontitusi/lembaga politik formal menjadi ke arah struktur serta fungsi yang dijalankan masing-masing unit dalam sistem politik melalui penggunaan teori sistem politik David Easton. Fungsi menggantikan konsep kekuasaan, sementara struktur menggantikan konsep lembaga politik formal. Konsep seperti ini akan mereduksi kekakuan analisis sistem politik khususnya di Indonesia. Dengan tinjauan struktural fungsional, sistem politik Indonesia dapat dianalisa berdasarkan struktur dan fungsi masing masing lembaga institusi politik terebut.
      Menurut Gabriel Almond, secara universal sistem politik memiliki empat karakteristik yaitu:
1.   masing masing punya struktur
2.   kadang terdapat fungsi yang sama
3.   multi fungsi
4.   jika terjadi secara berulang ulang akan terbentuk budaya sehingga membaur membentuk budaya politik.

Pada konsep Gabriel Almond, dapat dilihat tiga tahapan utama secara dasar dalam sistem politik. Secara fungsional, input dan output sistem politik memiliki fungsi-fungsi, yaitu:
      Input :   - Artikulasi kepentingan
                  - Sosialisasi dengan rekruitmen politik
                  - Agregasi kepentingan
                  - Komunikasi politik

      Artikulasi kepentingan merupakan cara yang ditempuh oleh subjek politik untuk mengekspresikan serta mengaktualisasikan kepentingan dengan tingkah laku serta sikap aktualitatif. Sementara sosialisasi merupakan pengenalan kepentingan serta pendidikan politik kepada masyarakat sehingga lapisan masyarakat dapat lebih mengerti terhadap kegiatan perpolitikan sehingga partisipasi masyarakat dalam politik lebih luas. Ketika masyarakat mampu menyadari hak-hak berpolitik, maka akan lebih memudahkan dalam perekrutan serta pengawasan secara umum terhadap pelaksanaan kegiatan perpolitikan.

      Agregasi merupakan suatu usaha untuk merumuskan rancangan keputusan atas banyaknya kepentingan. Namun ketika tidak semua dapat dijalankan maka agregasi kepentingan akan menyeleksi kepentingan yang nantinya menjadi rancangan keputusan yang siap diterbitkan.

      Komunikasi politik sangat penting dalam input sistem politik ini, dengan komunikasi politik pesan pesan dapat tersampaikan kepada pihak yang akan bersinggungan dengan proses tersebut, sehingga dapat memudahkan dalam kerja serta proses sistem politiknya.
     
Output :     - Rule making
                  - Rule application
                  - Rule adjudication

      Pada level output, semuanya akan tertumpu pada lembaga lembaga trias politica Indonesia, rule making merupakan kewenangan dari badan legislatif, rule application merupakan kewajiban dari lembaga eksekutif, dan rule adjudication merupakan kewenangan dari lembaga yudikatif.

      Secara struktural unsur unsur sistem politik seperti partai politik, kelompok kepentingan, kelompok penekan. LSM serta individu merupkan kelompok strukturalis dari fungsi input. Sedangkan lembaga trias politica merupakan tinjauan sruktural dari fungsi output.

      Kembali pada pembahasan kerangka kerja Sistem Politik Indonesia, setelah membahas input dan output, diantara keduanya terdapat proses yang akan mengubah input tersebut menjadi output yang kemudian akan menghasilakn kebijakan.proses ini biasa disebut sebagai konversi dengan memperhatikan beberapa faktor, salah satunya yang sangan dominan adalah lingkungan sistem politik,
      Lingkungan eksternal dan lingkungan internal akan menjadi bahan pertimbangan dalam konversi ini, lingkungan ini akan memberikan ekspresi keadaan yang akan ditangkap dan dipertimbangkan untuk menjadikan impuls dari lingkungan itu sebagai petunjuk agar kebijakan ini dihasilkan sebaik-baiknya.

      Sampai pada dihasilkannya kebijakan dengan melalui berbagai proses serta konversi dan melibatkan unsur-unsur serta instrumen-instrumen, kebijakan ini akan dilempar kepada lingkungan politik termasuk masyarakat yang paling penting, tanggapannya akan beragam sesuai dengan kebutuhan, keadaan, serta kepentingan masing masing.

Sunday 26 July 2009

(artikel) Palang Merah, Sebuah Gerakan Internasional

PENDAHULUAN

Gerakan Palang Merah dan Sabit Merah Internasional adalah gerakan kemanusiaan internasional dengan perkiraan relawan mencapai 97 juta orang seluruh dunia. Dan sekitar 300 ribu anggota penuh. Konferensi Internasional  tahun 1965 di Wina mengambil tujuh prinsip dasar untuk berbagai gerakan yang ada dan menjadi hukum pergerakan tahun 1986. Yaitu, kemanusiaan, keadilan, ketidakberpihakan, kemandirian, kesukarelaan, persatuan, dan universalitas. Mereka bertujuan untuk melindungi nyawa dan kesehatan manusia, menjaga kehormatan manusia, dan mencegah dan meringankan penderitaan manusia tanpa ada diskriminasi bangsa, ras, kepercayaan, kelas dan pendapat politik.
Penyebutan Palang Merah Internasional sebenarnya agak salah karena tidak ada organisasi resmi yang menyandang nama tersebut. Nyatanya gerakan ini terbentuk masing-masing secara mandiri dan terpisah-pisah, tapi bersatu dibawah satu gerakan dengan prinsip, objek, simbol, aturan, dan kepemimpinan yang sama. Bagian dari gerakan ini adalah:
1.      Komite Internasional Palang Merah (ICRC) adalah institusi kemanusiaan swasta yang didirikan pada tahun 1863 di Jenewa, Swiss. Ke 25 anggotanya memiliki kekuasaan unik dibawah hukum kemanusiaan internasional untuk melindungi kehidupan dan kehormatan korban internasional dari konflik bersenjata.
2.      Federasi Internasional Masyarakat Palang Merah dan Sabit Merah (IFRC) didirikan tahun 1919 dan sekarang mengkordinasikan kegiatan mereka dengan 186 gerakan Masyarakat Nasional di seluruh dunia. Pada tingkatan internasional, federasi ini memimpin dan mengatur, dengan kerjasama dari Masyarakat Nasional, bantuan dan pembangunan terhadap keadaan darurat skala besar. Sekretariat Federasi Internasional berpusat di Jenewa, Swiss.
3.      Masyarakat Nasional Palang Merah dan Sabit Merah berada hampir di seluruh dunia. Tercatat sebanyak 186 Masyarakat Nasional (National Societies) ICRC yang terdaftar sebagai anggota penuh di Federasi. Setiap pekerjaan yang dilakukan dilandasi prinsip hukum internasional dan aturan pergerakan internasional. Tergantung kondisi, situasi, dan kapasitasnya, Masyarakat Nasional boleh menempuh tugas meskipun tidak disebutkan dalam hukum kemanusiaan internasional ataupun dalam mandat pergerakan internasional.
  
PEMBAHASAN
A.   Sejarah, Struktur, Tujuan
Pada tahun 1859, Henry Dunant, seorang pengusaha Swiss, melakukan kunjungan ke Italia untuk bertemu dengan Kaisar Perancis, Napoléon III untuk mendiskusikan kesulitan-kesulitan dalam menjalankan bisnis di Algeria yang saat itu menjadi jajahan Perancis. Ketika dia tiba di sebuah kota kecil, Solferino, pada tanggal 24 Juni malam, dia menjadi saksi Perang Solferino, penyerangan dalam Perang Austro-Sardinian. Dalam sehari, sekitar 40.000 prajurit kedua belah pihak tewas atau terluka di medan pertempuran. Dunant yang masih terkejut dengan sisa dari peperangan tersebut, miris melihat tenaga medis yang begitu minim.
Dia begitu saja melupakan tujuan pertamanya, dan selama beberapa hari dia mengabdikan dirinya untuk menolong dan merawat mereka yang terluka. Dia juga berhasil mengorganisir bantuan tenaga yang begitu banyak karena masyarakat sekitar yang ikut membantu tanpa mendiskriminasi pihak lawan maupun kawan.
Kembali ke rumahnya di Jenewa, dia memutuskan menulis buku berjudul A Memory of Solferino yang dia publikasikan dengan uang dari kantongnya sendiri pada tahun 1862. Berkat koneksinya, dia bisa mengirim cetakan bukunya kepada para pemimpin politik dan militer penting di seluruh Eropa. Dia juga secara eksplisit menjelaskan dan menyemangati organisasi relawan dari masyarakat yang membantu juru rawat mengobati prajurit yang terluka dalam peperangan. Lewat bukunya dia berharap agar ada perjanjian yang tercipta berkaitan dengan jaminan keamanan kepada perawat dan rumah sakit lapangan yang bersikap netral demi menolong prajurit yang terluka dalam medan pertempuran.
Pada 9 Februari 1863, di Jenewa, Henry Dunant mendirikan “Komite Lima” bersama-sama dengan empat tokoh terkemuka dari keluarga terpandang di Jenewa. Mereka bertujuan untuk menguji sejauh mana keberhasilan ide Dunant dan sekaligus mengatur sebuah konferensi internasional tentang kemungkinan penerapannya secara kongkrit. Delapan hari kemudian, kelima orang tersebut mengubah nama komite mereka menjadi “International Committee for Relief to the Wound”. 26-29 Oktober 1863, akhirnya sebuah konferensi berhasil diadakan di Jenewa untuk membahas mengenai kemungkinan pengembangan pelayanan kesehatan dalam medan peperangan.
Konferensi ini sendiri dihadiri 36 individual, 18 perwakilan pemerintahan nasional, 6 dari NGO, 7 perwakilan asing yang tidak resmi, serta 5 anggota Komite Internasional. Negara-negara yang mendatangkan perwakilannya adalah Baden, Bavaria, Perancis, Inggris Raya dan Irlandia, Hanover, Hesse, Italia, Belanda, Austria, Prussia, Rusia, Saxony, Swedia, dan Spanyol. Hasil resolusi dari konferensi ini pada tanggal 29 Oktober 1863 diantaranya adalah:
·         Pendirian kelompok bantuan nasional bagi prajurit terluka
·         Netralitas dan perlindungan bagi prajurit terluka
·         Penggunaan relawan demi sebagai bantuan di medan perang
·         Organisasi yang melaksanakan konsep ini terikat perjanjian internasional
·         Pengenalan simbol yang digunakan oleh anggota medis adalah gelang lengan dengan palang merah.
Beberapa tahun kemudian, masyarakat nasional (national societies) dapat ditemukan hampir di seluruh negara di Eropa. Tahun 1876, komite tersebut mengganti nama menjadi Komite Internasional Palang Merah (ICRC), hingga hari ini.
Markas ICRC sendiri terletak di Kota Swiss Jenewa dan memiliki sekitar 80 kantor cabang di berbagai negara. Memiliki sekitar 12.000 anggota resmi di seluruh dunia dan 800 diantaranya berada di Jenewa, 1200 relawan bertugas mengatur bantuan dan misi internasional yang setengahnya adalah dokter, ahli pertanian, ahli mesin, analisis, dll, dan sekitar 10.000 perorangan di berbagai negara.
Organ yang memimpin ICRC adalah Direktorat dan Majelis. Direktorat adalah badan eksekutif dari ICRC yang terdiri atas Pemimpin Umum dan lima pemimpin dari bagian “Operasi”, “Sumber Daya Manusia”, “Bantuan Sumber Daya dan Operasional”, “Komunikasi”, dan “Hukum dan Kerjasama Internasional Gerakan”. Anggota Direktorat ditunjuk oleh Majelis untuk periode empat tahun. Majelis, termasuk didalamnya adalah seluruh anggota Komite, bertanggungjawab untuk menentukan tujuan, batasan-batasan, strategi-strategi, dan mengepalai masalah keuangan. Presiden Majelis juga sekaligus menjadi presiden seluruh Komite. Majelis juga memilih lima anggota Dewan Majelis yang berwewenang menentukan sebagian dari anggota Majelis. Anggota Dewan juga bertanggungjawab dala pengaturan pertemuan anggota Majelis dan memfasilitasi komunikasi antara Majelis dan Direktorat.
Tidak seperti anggapan orang-orang, ICRC bukanlah NGO tapi bukan juga sebuah organisasi internasional. Karena keangotannya yang terbatas hanya untuk warga Swiss, ICRC tidak memiliki peraturan secara terbuka ataupun pembatasan keanggotaan perseorangan seperti halnya NGO resmi pada umumnya. Kata “internasional” dalam ICRC sendiri tidak bermaksud mengenai keanggotannya tapi cakupannya yang mendunia atas segala kegiatannya seperti yang tercantum dalam Konvensi Jenewa. ICRC memiliki hak dan kekebalan istimewa di banyak negara, berdasarkan hukum negara tersebut atau melalui perjanjian antara Komite dengan pemerintahan negara yang bersangkutan.

B.   Analisis Kasus
Ingrid Betancourt adalah seorang Kolombia kelahiran 1961 yang menjadi warga negara Perancis setelah dinikahi Betancourt Hubby seorang diplomat Perancis pada tahun 1983, seorang Perancis yang juga memberikannya nama belakang Betancourt. Ingrid mendapatkan pendidikan burjois di Paris dari ayahnya yang juga seorang diplomat Perancis. Ibunya sendiri merupakan mantan Miss Kolombia yang menjadi politikus.
Pada tahun 2001, Ingrid mengadakan kampanye untuk menjadi seorang presiden dengan mengkritisi kelompok FARC yang Marxis. Karenanya, dia mendapat peringatan dari pemerintahan saat itu untuk tidak berkunjung ke markas FARC di selatan Kolombia. Tapi dia mengacuhkannya dan tetap berangkat. Tanggal 23 Februari 2002, Ingrid Betancourt diculik bersama dengan asisten kampanyenya.
Pada tanggal 2 Juli 2008, Ingrid Betancourt dan belasan tawanan pemberontak FARC dibebaskan dengan mengecoh para penahannya. Petugas dari Kolombia, seorang agen intelijen militer, telah lama-lama berpura-pura menjadi pendukung FARC. Setelah berhasil menyusup, agen kemudian berhasil meyakinkan Cesar, komandan lokal yang bertanggung jawab atas sandera, untuk menyerahkan tahanan agar mereka bisa membawanya ke Alfonso Cano, pemimpin tertinggi gerilyawan.
Para sandera kemudian terbagi kedalam tiga kelompok untuk dibawa ke suatu tempat. Di pertengahan jalan, dua helikopter yang membawa sandera sebenarnya berisi agen-agen militer Kolombia. Dengan mudah mereka melumpuhkan gerilyawan yang kalah jumlah. Ingrid Betancourt bersama 15 sandera lainnya akhirnya berhasil diselamatkan.
 17 Juli 2008, berita yang sangat mencengangkan terjadi. Akibat kebocoran informasi, sebuah video yang menunjukkan rekaman ketika Ingrid dibebaskan menyulut kemarahan Palang Merah dan masyarakat dunia. Dalam video tersebut, terlihat bahwa ternyata agen intelijen militer Kolombia sedang menggunakan kaos yang bertuliskan ICRC ketika membebaskan Ingrid. Spontan saja, Kolombia terutama pemerintahannya dikutuk habis-habisan oleh masyarakat dunia khususnya para humanitarian. Permintaan maaf dari berbagai jajaran pemerintahan Kolombia yang ikut andil pun mengalir.

PERMASALAHAN
Presiden Kolombia Alvaro Uribe, menyampaikan permintaan maaf dan penyesalannya segera setelah video tersebut beredar. Dalam pidatonya, dia meminta maaf kepada warga internasional khususnya kepada Palang Merah. Menurut Uribe, salah satu prajuritnya memang telah menggunakan logo ICRC dalam penyelamatan sandera itu. Tapi itu karena prajurit tersebut gugup dan menentang perintah yang telah diberikan.
Jadi, prajurit tersebut menggunakan logo ICRC karena dia gugup saat proses penyelamatan. Ketika sampai di lokasi, prajurit yang dirahasiakan namanya ini gugup dan ketakutan melihat begitu banyak pemberontak sayap kiri di lokasi sandera ditawan. Jadi dia mengeluarkan kemudian menggunakan kaos yang memiliki logo ICRC agar dia tidak perlu takut untuk diganggui karena hak kekebalan Palang Merah yang istimewa.
Palang Merah sendiri memiliki peran besar dalam penyanderaan sekitar 700 sandera yang masih tersisa. Palang Merah telah bertahun-tahun berdialog dengan para pemberontak untuk menolong sandera yang masih ditawan. Ada 318 staf ICRC di Kolombia termasuk 57 orang non-Kolombia. Dalam situs resminya, ICRC mengatakan bahwa ini adalah “perbuatan menentang” (perdify). Penggunaan logo dalam masa konflik untuk melindungi pihak yang berperang atau peralatan militer adalah kejahatan perang dan melukai Konvensi Jenewa. “Kelompok yang bertikai harus menghormati logo Palang Merah dalam masa dan kondisi apapun”, menurut Yves Heller, juru bicara ICRC Kolombia. “Kami akan terus melanjutkan pekerjaan kami di Kolombia”, lanjutnya. Sementara menurut Dominik Stillhart, perwakilan pimpinan operasi ICRC,”jika terbukti, gambar ini akan menunjukkan penyalahgunaan yang kami kutuk”.
Menurut pengacara para pemberontak yang ikut tertangkap dalam helikopter, kliennya mengatakan bahwa perwakilan ICRC samaran telah menipu mereka padahal mereka telah menghormati hak-hak Palang Merah. Mereka juga menambahkan tiga dari empat orang dalam operasi tersebut menggunakan lambang ICRC. Jenderal pelaksana Kolombia, Mario Iguaran mengatakan bahwa ia meyakini hukum perdify tidak dapat diterapkan dalam kasus penyelamatan sandera karena menrutnya tujuan dari operasi militer ini adalah membebaskan sandera dan tidak menyerang atau melukai lawan.
            Kejadian ini merupakan suatu kesalahan yang sangat fatal akibatnya. Kepercayaan dan kehormatan merupakan hal yang sangat sulit untuk diraih dalam sebuah konflik. Bagi Palang Merah yang memiliki reputasi netral yang sangat baik, membuat pihak-pihak yang bertikai di masa yang akan datang akan lebih berhati-hati dan enggan.
            Hal yang sama sebenarnya pernah terjadi pada masa Perang Dunia II. Saat itu, seorang petugas ICRC yang sedang bertugas menolong di salah kamp konsentrasi milik Nazi menyelamatkan ratusan tentara Amerika dengan membocorkan rencana Nazi kepada mereka. Kejadian ini sangat mencoreng kehormatan dan harga diri Palang Merah. Dan yang paling parah dan merepotkan adalah nama ICRC baru bisa bersih pada tahun 1990.
            Akibat pengrusakan kenetralan dari salah satu anggotanya, pada tahun-tahun setelah Perang Dunia II staf dan anggota ICRC lebih banyak menjadi yang korban perang dibanding sebelumnya. Tercatat puluhan relawan meninggal dalam medan pertempuran. Mulai dari kendaraan mereka yang diserang, terkena serangan salah sasaran, hingga mereka memang dijadikan sebagai target penyerangan. Misalnya saja, 23 Maret 2003, Ricardo Munguia seorang pekerja saluran air bersih dibawah ICRC ditembak kepalanya dengan gaya eksekusi, badan berlutut sambil kepala menunduk.
            Sekedar informasi, saat pertama kali Palang Merah bekerja sama dengan Nazi tidak berlangsung begitu saja. Butuh waktu yang sangat lama karena Nazi menolak dengan alasan sudah ada Palang Merah di Jerman dan ketakutan atas akan terbongkarnya kamp konsentrasi yang menjadi tempat genosida (genosida sendiri belum tentu benar). Kerjasama terjadi setelah Palang Merah tanpa mengenal lelah terus membujuk dibantu dengan warga dunia, itupun dengan syarat. Petugas Palang Merah yang akan menolong harus tinggal di kamp sampai perang usai. Mengenai genosida sendiri, ICRC kecolongan karena mengetahuinya setelah perang usai.
            Peristiwa di Kolombia ini merupakan suatu alamat buruk akan pekerjaan para petugas Palang Merah di masa yang akan datang. Pemulihan nama baik dan pencitraan di mata masyarakat dunia terutama pihak yang berkonflik akan membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Hal ini akan menghambat proses penolongan para korban. Apalagi rata-rata pemberontak tidak pro-barat. Karena sebagian besar petugas Palang Merah adalah relawan dari Barat.
            Meskipun demikian untuk FARC sendiri, mereka mungkin masih mempercayai kenetralan ICRC. Karena di akhir Juli, pemberontak kembali menyerahkan 8 orang sandera yang mereka culik seminggu sebelumnya. Ini menunjukkan masih ada kepercayaan yang tersisa di mata para pemberontak kepada ICRC.
            Nama ICRC, yang menurut orang-orang telah bersih pada tahun 1990, tetap ada saja yang menganggapnya sebagai mata-mata atau musuh. Tercatat, semakin hari Palang Merah harus menanggung korban yang tidak sedikit dari pihak mereka. Meskipun mereka telah menggunakan logo ICRC pada mobil, baju, atau ban lengan.
            Mungkin salah satu alasannya adalah masih banyak pihak yang bertikai yang tidak menerima dan menghormati Konvensi Jenewa yang menyertai para relawan ICRC. Atau karena kurangnya pemberitahuan dan pemahaman kepada para anggota pihak yang bertikai. Atau yang paling parah adalah mereka memang mengacuhkannya
Saya ambil contoh, dalam perang di Afrika, ratusan ribu prajurit adalah anak-anak. Mereka didoktrin atas sesuatu yang mereka sendiri tidak pahami. Namanya juga anak-anak, mereka menelan setiap yang diberikan begitu saja. Dalam film Blood Money mereka diperintahkan untuk membunuh seluruh orang barat dan siapa saja yang mereka diperintahkan kepada mereka. Mereka diajarkan bahwa semua orang barat adalah iblis dan harus dibunuh. Kita semua tahu bahwa sebagian besar staf ICRC sekarang berada di Afrika karena konflik-konfliknya yang tidak mereda.

PENUTUP
            Konvensi Wina adalah landasan bagi hukum internasional. Pengingkarannya berarti penolakan terhadap ketetapan masyarakat dunia. Penggunaan logo ICRC, sengaja maupun tidak disengaja, adalah sebuah bentuk pelanggaran terhadap Konvensi Wina. Karena di dalam Konvensi Wina ada bab dan pasal yang mengatur mengenai penggunaan lambang Palang Merah serta berbagai hak dan kekebalan istimewanya. Apalagi dasar petugas Kolombia menggunakan lambang Palang Merah, menurut Presiden Kolombia Alvaro Uribe, adalah karena petugas mereka gugup dan ketakutan. Alasan yang sangat lucu saya rasa bila seorang petugas ketakutan kemudian menyembunyikannya dibalik lambang organisasi kemanusiaan.
            Mengenai pengrusakan kepercayaan, sebagai manusia saja, jika ada seseorang yang merusak janjinya atau melanggar apa yang telah dia ucapkan maka kita akan kehilangan kepercayan terhadapnya dan mungkin akan bereaksi acuh dan tidak mau ikut campur dan mempercayai kata-katanya, atau bahkan akan memusuhinya. Dalam konteks Palang Merah hal ini akan sangat berbahaya. Suatu saat pada medan pertempuran bisa saja mereka dianggap bukan lagi sebagai pihak netral tetapi pihak bukan-teman.
            Semoga hal ini tidak terjadi lagi di masa depan. Karena yang rusak bukanlah seseorang tapi sebuah badan yang melingkupi jutaan orang lainnya. Peristiwa ini bisa saja dipandang buruk oleh pihak lain di negara lain yang turut mempengaruhi kebijakan mereka terhadap staf Palang Merah lainnya. Dan juga, semoga peristiwa ini tidak dipandang sebagai sebuah kesalahan atas kepercayaan pemberontak terhadap Palang Merah tapi sebagai kelalaian bersama. Pemberontak lalai karena percaya begitu saja dan Kolombia lalai karena memiliki prajurit pengecut.

Dan bagi pihak yang masih bertikai di luar sana agar tetap menjaga kehormatan Palang Merah sebagai pihak netral, karena mereka membantu kalian. Ada peristiwa yang menurut saya sangat bodoh. Pada masa PD II, Mussolini ikut-ikutan menolak kehadiran Palang Merah seperti yang dilakukan Hitler. Akibatnya bantuan puluhan juta franc mengalir ke pihak Ethiopia yang notabenenya adalah lawan Italia. Jadi, jangan seperti Italia saat itu. Dengan menghargai kita akan dihargai.