PENDAHULUAN
Gerakan
Palang Merah dan Sabit Merah Internasional adalah gerakan kemanusiaan
internasional dengan perkiraan relawan mencapai 97 juta orang seluruh dunia. Dan sekitar 300 ribu anggota penuh.
Konferensi Internasional tahun 1965 di
Wina mengambil tujuh prinsip dasar untuk berbagai gerakan yang ada dan menjadi
hukum pergerakan tahun 1986. Yaitu, kemanusiaan, keadilan, ketidakberpihakan,
kemandirian, kesukarelaan, persatuan, dan universalitas. Mereka
bertujuan untuk melindungi nyawa dan kesehatan manusia, menjaga kehormatan
manusia, dan mencegah dan meringankan penderitaan manusia tanpa ada
diskriminasi bangsa, ras, kepercayaan, kelas dan pendapat politik.
Penyebutan
Palang Merah Internasional sebenarnya agak salah karena tidak ada organisasi
resmi yang menyandang nama tersebut. Nyatanya gerakan ini terbentuk
masing-masing secara mandiri dan terpisah-pisah, tapi bersatu dibawah satu
gerakan dengan prinsip, objek, simbol, aturan, dan kepemimpinan yang sama.
Bagian dari gerakan ini adalah:
1. Komite
Internasional Palang Merah (ICRC) adalah institusi kemanusiaan swasta yang
didirikan pada tahun 1863 di Jenewa, Swiss. Ke 25 anggotanya memiliki kekuasaan
unik dibawah hukum kemanusiaan internasional untuk melindungi kehidupan dan
kehormatan korban internasional dari konflik bersenjata.
2. Federasi
Internasional Masyarakat Palang Merah dan Sabit Merah (IFRC) didirikan tahun
1919 dan sekarang mengkordinasikan kegiatan mereka dengan 186 gerakan
Masyarakat Nasional di seluruh dunia. Pada tingkatan internasional, federasi
ini memimpin dan mengatur, dengan kerjasama dari Masyarakat Nasional, bantuan
dan pembangunan terhadap keadaan darurat skala besar. Sekretariat Federasi
Internasional berpusat di Jenewa, Swiss.
3. Masyarakat Nasional Palang Merah dan Sabit Merah
berada hampir di seluruh dunia. Tercatat sebanyak 186
Masyarakat Nasional (National Societies)
ICRC yang terdaftar sebagai anggota penuh di Federasi. Setiap pekerjaan yang
dilakukan dilandasi prinsip hukum internasional dan aturan pergerakan
internasional. Tergantung kondisi, situasi, dan kapasitasnya, Masyarakat
Nasional boleh menempuh tugas meskipun tidak disebutkan dalam hukum kemanusiaan
internasional ataupun dalam mandat pergerakan internasional.
PEMBAHASAN
A. Sejarah,
Struktur, Tujuan
Pada
tahun 1859, Henry Dunant, seorang pengusaha Swiss, melakukan kunjungan ke
Italia untuk bertemu dengan Kaisar Perancis, Napoléon III untuk mendiskusikan
kesulitan-kesulitan dalam menjalankan bisnis di Algeria yang saat itu menjadi
jajahan Perancis. Ketika dia tiba di sebuah kota kecil, Solferino, pada tanggal
24 Juni malam, dia menjadi saksi Perang Solferino, penyerangan dalam Perang
Austro-Sardinian. Dalam sehari, sekitar 40.000 prajurit kedua belah pihak tewas
atau terluka di medan pertempuran. Dunant yang masih terkejut dengan sisa dari
peperangan tersebut, miris melihat tenaga medis yang begitu minim.
Dia
begitu saja melupakan tujuan pertamanya, dan selama beberapa hari dia
mengabdikan dirinya untuk menolong dan merawat mereka yang terluka. Dia juga
berhasil mengorganisir bantuan tenaga yang begitu banyak karena masyarakat
sekitar yang ikut membantu tanpa mendiskriminasi pihak lawan maupun kawan.
Kembali
ke rumahnya di Jenewa, dia memutuskan menulis buku berjudul A Memory of Solferino yang dia
publikasikan dengan uang dari kantongnya sendiri pada tahun 1862. Berkat
koneksinya, dia bisa mengirim cetakan bukunya kepada para pemimpin politik dan
militer penting di seluruh Eropa. Dia juga secara eksplisit menjelaskan dan
menyemangati organisasi relawan dari masyarakat yang membantu juru rawat
mengobati prajurit yang terluka dalam peperangan. Lewat bukunya dia berharap
agar ada perjanjian yang tercipta berkaitan dengan jaminan keamanan kepada
perawat dan rumah sakit lapangan yang bersikap netral demi menolong prajurit
yang terluka dalam medan pertempuran.
Pada
9 Februari 1863, di Jenewa, Henry Dunant mendirikan “Komite Lima” bersama-sama
dengan empat tokoh terkemuka dari keluarga terpandang di Jenewa. Mereka
bertujuan untuk menguji sejauh mana keberhasilan ide Dunant dan sekaligus
mengatur sebuah konferensi internasional tentang kemungkinan penerapannya
secara kongkrit. Delapan hari kemudian, kelima orang tersebut mengubah nama
komite mereka menjadi “International Committee for Relief to the Wound”. 26-29
Oktober 1863, akhirnya sebuah konferensi berhasil diadakan di Jenewa untuk
membahas mengenai kemungkinan pengembangan pelayanan kesehatan dalam medan
peperangan.
Konferensi
ini sendiri dihadiri 36 individual, 18 perwakilan pemerintahan nasional, 6 dari
NGO, 7 perwakilan asing yang tidak resmi, serta 5 anggota Komite Internasional.
Negara-negara yang mendatangkan perwakilannya adalah Baden, Bavaria, Perancis,
Inggris Raya dan Irlandia, Hanover, Hesse, Italia, Belanda, Austria, Prussia,
Rusia, Saxony, Swedia, dan Spanyol. Hasil resolusi dari konferensi ini pada tanggal 29 Oktober 1863
diantaranya adalah:
·
Pendirian kelompok bantuan nasional bagi
prajurit terluka
·
Netralitas dan perlindungan bagi
prajurit terluka
·
Penggunaan relawan demi sebagai bantuan
di medan perang
·
Organisasi yang melaksanakan konsep ini
terikat perjanjian internasional
·
Pengenalan simbol yang digunakan oleh
anggota medis adalah gelang lengan dengan palang merah.
Beberapa
tahun kemudian, masyarakat nasional (national societies) dapat ditemukan hampir
di seluruh negara di Eropa. Tahun 1876, komite tersebut mengganti nama menjadi
Komite Internasional Palang Merah (ICRC), hingga hari ini.
Markas
ICRC sendiri terletak di Kota Swiss Jenewa dan memiliki sekitar 80 kantor
cabang di berbagai negara. Memiliki sekitar 12.000 anggota resmi di seluruh
dunia dan 800 diantaranya berada di Jenewa, 1200 relawan bertugas mengatur
bantuan dan misi internasional yang setengahnya adalah dokter, ahli pertanian, ahli
mesin, analisis, dll, dan sekitar 10.000 perorangan di berbagai negara.
Organ
yang memimpin ICRC adalah Direktorat dan Majelis. Direktorat adalah badan
eksekutif dari ICRC yang terdiri atas Pemimpin Umum dan lima pemimpin dari
bagian “Operasi”, “Sumber Daya Manusia”, “Bantuan Sumber Daya dan Operasional”,
“Komunikasi”, dan “Hukum dan Kerjasama Internasional Gerakan”. Anggota
Direktorat ditunjuk oleh Majelis untuk periode empat tahun. Majelis, termasuk
didalamnya adalah seluruh anggota Komite, bertanggungjawab untuk menentukan
tujuan, batasan-batasan, strategi-strategi, dan mengepalai masalah keuangan.
Presiden Majelis juga sekaligus menjadi presiden seluruh Komite. Majelis juga
memilih lima anggota Dewan Majelis yang berwewenang menentukan sebagian dari
anggota Majelis. Anggota Dewan juga bertanggungjawab dala pengaturan pertemuan
anggota Majelis dan memfasilitasi komunikasi antara Majelis dan Direktorat.
Tidak
seperti anggapan orang-orang, ICRC bukanlah NGO tapi bukan juga sebuah
organisasi internasional. Karena keangotannya yang terbatas hanya untuk warga
Swiss, ICRC tidak memiliki peraturan secara terbuka ataupun pembatasan
keanggotaan perseorangan seperti halnya NGO resmi pada umumnya. Kata
“internasional” dalam ICRC sendiri tidak bermaksud mengenai keanggotannya tapi
cakupannya yang mendunia atas segala kegiatannya seperti yang tercantum dalam
Konvensi Jenewa. ICRC memiliki hak dan kekebalan istimewa di banyak negara,
berdasarkan hukum negara tersebut atau melalui perjanjian antara Komite dengan
pemerintahan negara yang bersangkutan.
B. Analisis
Kasus
Ingrid
Betancourt adalah seorang Kolombia kelahiran 1961 yang menjadi warga negara
Perancis setelah dinikahi Betancourt Hubby seorang diplomat Perancis pada tahun
1983, seorang Perancis yang juga memberikannya nama belakang Betancourt. Ingrid
mendapatkan pendidikan burjois di Paris dari ayahnya yang juga seorang diplomat
Perancis. Ibunya sendiri merupakan mantan Miss Kolombia yang menjadi politikus.
Pada
tahun 2001, Ingrid mengadakan kampanye untuk menjadi seorang presiden dengan
mengkritisi kelompok FARC yang Marxis. Karenanya, dia mendapat peringatan dari
pemerintahan saat itu untuk tidak berkunjung ke markas FARC di selatan
Kolombia. Tapi dia mengacuhkannya dan tetap berangkat. Tanggal 23 Februari
2002, Ingrid Betancourt diculik bersama dengan asisten kampanyenya.
Pada
tanggal 2 Juli 2008, Ingrid Betancourt dan belasan tawanan pemberontak FARC
dibebaskan dengan mengecoh para penahannya. Petugas dari Kolombia, seorang agen
intelijen militer, telah lama-lama berpura-pura menjadi pendukung FARC. Setelah
berhasil menyusup, agen kemudian berhasil meyakinkan Cesar, komandan lokal yang
bertanggung jawab atas sandera, untuk menyerahkan tahanan agar mereka bisa
membawanya ke Alfonso Cano, pemimpin tertinggi gerilyawan.
Para
sandera kemudian terbagi kedalam tiga kelompok untuk dibawa ke suatu tempat. Di
pertengahan jalan, dua helikopter yang membawa sandera sebenarnya berisi
agen-agen militer Kolombia. Dengan mudah mereka melumpuhkan gerilyawan yang
kalah jumlah. Ingrid Betancourt bersama 15 sandera lainnya akhirnya berhasil
diselamatkan.
17 Juli 2008, berita yang sangat mencengangkan
terjadi. Akibat kebocoran informasi, sebuah video yang menunjukkan rekaman
ketika Ingrid dibebaskan menyulut kemarahan Palang Merah dan masyarakat dunia.
Dalam video tersebut, terlihat bahwa ternyata agen intelijen militer Kolombia
sedang menggunakan kaos yang bertuliskan ICRC ketika membebaskan Ingrid.
Spontan saja, Kolombia terutama pemerintahannya dikutuk habis-habisan oleh
masyarakat dunia khususnya para humanitarian. Permintaan maaf dari berbagai
jajaran pemerintahan Kolombia yang ikut andil pun mengalir.
PERMASALAHAN
Presiden
Kolombia Alvaro Uribe, menyampaikan permintaan maaf dan penyesalannya segera
setelah video tersebut beredar. Dalam pidatonya, dia meminta maaf kepada warga
internasional khususnya kepada Palang Merah. Menurut Uribe, salah satu
prajuritnya memang telah menggunakan logo ICRC dalam penyelamatan sandera itu.
Tapi itu karena prajurit tersebut gugup dan menentang perintah yang telah
diberikan.
Jadi, prajurit tersebut menggunakan logo ICRC karena
dia gugup saat proses penyelamatan. Ketika sampai di lokasi, prajurit yang
dirahasiakan namanya ini gugup dan ketakutan melihat begitu banyak pemberontak
sayap kiri di lokasi sandera ditawan. Jadi dia mengeluarkan kemudian
menggunakan kaos yang memiliki logo ICRC agar dia tidak perlu takut untuk
diganggui karena hak kekebalan Palang Merah yang istimewa.
Palang
Merah sendiri memiliki peran besar dalam penyanderaan sekitar 700 sandera yang
masih tersisa. Palang Merah telah bertahun-tahun berdialog dengan para
pemberontak untuk menolong sandera yang masih ditawan. Ada 318 staf ICRC di
Kolombia termasuk 57 orang non-Kolombia. Dalam situs resminya, ICRC mengatakan
bahwa ini adalah “perbuatan menentang” (perdify).
Penggunaan logo dalam masa konflik untuk melindungi pihak yang berperang atau
peralatan militer adalah kejahatan perang dan melukai Konvensi Jenewa.
“Kelompok yang bertikai harus menghormati logo Palang Merah dalam masa dan
kondisi apapun”, menurut Yves Heller, juru bicara ICRC Kolombia. “Kami akan
terus melanjutkan pekerjaan kami di Kolombia”, lanjutnya. Sementara menurut
Dominik Stillhart, perwakilan pimpinan operasi ICRC,”jika terbukti, gambar ini
akan menunjukkan penyalahgunaan yang kami kutuk”.
Menurut
pengacara para pemberontak yang ikut tertangkap dalam helikopter, kliennya
mengatakan bahwa perwakilan ICRC samaran telah menipu mereka padahal mereka
telah menghormati hak-hak Palang Merah. Mereka juga menambahkan tiga dari empat
orang dalam operasi tersebut menggunakan lambang ICRC. Jenderal pelaksana
Kolombia, Mario Iguaran mengatakan bahwa ia meyakini hukum perdify tidak dapat diterapkan dalam kasus penyelamatan sandera
karena menrutnya tujuan dari operasi militer ini adalah membebaskan sandera dan
tidak menyerang atau melukai lawan.
Kejadian ini merupakan suatu
kesalahan yang sangat fatal akibatnya. Kepercayaan dan kehormatan merupakan hal
yang sangat sulit untuk diraih dalam sebuah konflik. Bagi Palang Merah yang
memiliki reputasi netral yang sangat baik, membuat pihak-pihak yang bertikai di
masa yang akan datang akan lebih berhati-hati dan enggan.
Hal yang sama sebenarnya pernah
terjadi pada masa Perang Dunia II. Saat itu, seorang petugas ICRC yang sedang
bertugas menolong di salah kamp konsentrasi milik Nazi menyelamatkan ratusan
tentara Amerika dengan membocorkan rencana Nazi kepada mereka. Kejadian ini sangat mencoreng kehormatan dan harga
diri Palang Merah. Dan yang paling parah dan merepotkan
adalah nama ICRC baru bisa bersih pada tahun 1990.
Akibat pengrusakan kenetralan dari
salah satu anggotanya, pada tahun-tahun setelah Perang Dunia II staf dan
anggota ICRC lebih banyak menjadi yang korban perang dibanding sebelumnya.
Tercatat puluhan relawan meninggal dalam medan pertempuran. Mulai dari
kendaraan mereka yang diserang, terkena serangan salah sasaran, hingga mereka
memang dijadikan sebagai target penyerangan. Misalnya saja, 23 Maret 2003,
Ricardo Munguia seorang pekerja saluran air bersih dibawah ICRC ditembak
kepalanya dengan gaya eksekusi, badan berlutut sambil kepala menunduk.
Sekedar informasi, saat pertama kali
Palang Merah bekerja sama dengan Nazi tidak berlangsung begitu saja. Butuh
waktu yang sangat lama karena Nazi menolak dengan alasan sudah ada Palang Merah
di Jerman dan ketakutan atas akan terbongkarnya kamp konsentrasi yang menjadi
tempat genosida (genosida sendiri belum tentu benar). Kerjasama terjadi setelah
Palang Merah tanpa mengenal lelah terus membujuk dibantu dengan warga dunia,
itupun dengan syarat. Petugas Palang Merah yang akan menolong harus tinggal di
kamp sampai perang usai. Mengenai genosida sendiri, ICRC kecolongan karena
mengetahuinya setelah perang usai.
Peristiwa di Kolombia ini merupakan
suatu alamat buruk akan pekerjaan para petugas Palang Merah di masa yang akan
datang. Pemulihan nama baik dan pencitraan di mata masyarakat dunia terutama
pihak yang berkonflik akan membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Hal ini akan
menghambat proses penolongan para korban. Apalagi rata-rata pemberontak tidak
pro-barat. Karena sebagian besar petugas Palang Merah adalah relawan dari
Barat.
Meskipun demikian untuk FARC
sendiri, mereka mungkin masih mempercayai kenetralan ICRC. Karena di akhir
Juli, pemberontak kembali menyerahkan 8 orang sandera yang mereka culik
seminggu sebelumnya. Ini menunjukkan masih ada kepercayaan yang tersisa di mata
para pemberontak kepada ICRC.
Nama ICRC, yang menurut orang-orang
telah bersih pada tahun 1990, tetap ada saja yang menganggapnya sebagai
mata-mata atau musuh. Tercatat, semakin hari Palang Merah harus menanggung
korban yang tidak sedikit dari pihak mereka. Meskipun mereka telah menggunakan
logo ICRC pada mobil, baju, atau ban lengan.
Mungkin salah satu alasannya adalah masih
banyak pihak yang bertikai yang tidak menerima dan menghormati Konvensi Jenewa
yang menyertai para relawan ICRC. Atau karena kurangnya pemberitahuan dan
pemahaman kepada para anggota pihak yang bertikai. Atau yang paling parah
adalah mereka memang mengacuhkannya
Saya
ambil contoh, dalam perang di Afrika, ratusan ribu prajurit adalah anak-anak.
Mereka didoktrin atas sesuatu yang mereka sendiri tidak pahami. Namanya juga
anak-anak, mereka menelan setiap yang diberikan begitu saja. Dalam film Blood Money mereka diperintahkan untuk
membunuh seluruh orang barat dan siapa saja yang mereka diperintahkan kepada
mereka. Mereka diajarkan bahwa semua orang barat adalah iblis dan harus
dibunuh. Kita semua tahu bahwa sebagian besar staf ICRC sekarang berada di Afrika
karena konflik-konfliknya yang tidak mereda.
PENUTUP
Konvensi Wina adalah landasan bagi
hukum internasional. Pengingkarannya berarti penolakan terhadap ketetapan
masyarakat dunia. Penggunaan logo ICRC, sengaja maupun tidak disengaja, adalah
sebuah bentuk pelanggaran terhadap Konvensi Wina. Karena di dalam Konvensi Wina
ada bab dan pasal yang mengatur mengenai penggunaan lambang Palang Merah serta
berbagai hak dan kekebalan istimewanya. Apalagi dasar petugas Kolombia menggunakan
lambang Palang Merah, menurut Presiden Kolombia Alvaro Uribe, adalah karena
petugas mereka gugup dan ketakutan. Alasan yang sangat lucu saya rasa bila
seorang petugas ketakutan kemudian menyembunyikannya dibalik lambang organisasi
kemanusiaan.
Mengenai pengrusakan kepercayaan, sebagai
manusia saja, jika ada seseorang yang merusak janjinya atau melanggar apa yang
telah dia ucapkan maka kita akan kehilangan kepercayan terhadapnya dan mungkin
akan bereaksi acuh dan tidak mau ikut campur dan mempercayai kata-katanya, atau
bahkan akan memusuhinya. Dalam konteks Palang Merah hal ini akan sangat
berbahaya. Suatu saat pada medan pertempuran bisa saja mereka dianggap bukan
lagi sebagai pihak netral tetapi pihak bukan-teman.
Semoga hal ini tidak terjadi lagi di masa depan.
Karena yang rusak bukanlah seseorang tapi sebuah badan yang melingkupi jutaan
orang lainnya. Peristiwa ini bisa saja dipandang buruk oleh pihak lain di
negara lain yang turut mempengaruhi kebijakan mereka terhadap staf Palang Merah
lainnya. Dan juga, semoga peristiwa ini tidak dipandang sebagai sebuah
kesalahan atas kepercayaan pemberontak terhadap Palang Merah tapi sebagai
kelalaian bersama. Pemberontak lalai karena percaya begitu saja dan Kolombia
lalai karena memiliki prajurit pengecut.
Dan bagi pihak yang masih bertikai di luar sana agar
tetap menjaga kehormatan Palang Merah sebagai pihak netral, karena mereka
membantu kalian. Ada peristiwa yang menurut saya sangat bodoh. Pada masa PD II,
Mussolini ikut-ikutan menolak kehadiran Palang Merah seperti yang dilakukan
Hitler. Akibatnya bantuan puluhan juta franc mengalir ke pihak Ethiopia yang
notabenenya adalah lawan Italia. Jadi, jangan seperti
Italia saat itu. Dengan menghargai kita akan dihargai.
No comments:
Post a Comment